>
Oleh : Muhammad Erlyanto, Pemerhati sosial dan ekonomi Kab. Jombang
Jombang sebagai Kabupaten Agraris tentunya pertanian menjadi mata pencaharian utama warganya, walau seiring berjalannya waktu makin banyak petani yg bergeser menjadi buruh tani karena lahan pertanian makin banyak yang berubah fungsi menjadi lahan pabrik dan perumahan dan juga karena kesulitan hidup sehingga banyak lahan pertanian mereka lepas ketangan pengusaha yang bergerak dibidang pertanian.
Sejak awal bulan juli agustus dan seterusnya Jombang memasuki musim panen tebu (bahan utama gula) karena Jombang memiliki sekitar 8.300 ha lahan tebu.
Sudah menjadi kebiasaan pada musim panen tebu jalanan penuh dengan truck angkutan tebu, baik ke PG Tjukir, PG Jombang Baru, bahkan ke pabrik KTM di Ngimbang Lamongan, disini ada cerita miris nasib PG di Jombang yg notabene BUMN malah kalah bersaing dgn pabrik gula swasta KTM di Ngimbang Lamongan sehingga banyak tebu dari Jombang lari ke Lamongan, ini juga harus jadi perhatian pemerintah khususnya pemkab Jombang dan DPRD Jombang untuk segera melakukan kordinasi dgn PG di Jombang karena jika dibiarkan otomatis devisa Jombang lari ke Lamongan khususnya dari hasil tebu.
Pada akhirnya masyarakat Jombang hanya menikmati macet dari kendaraan pengangkut Tebu dan bau dari tata niaga tebu.
Seperti pepatah ” Habis tebu terbitlah bau” beberapa tahun belakangan menjadi hal yg sdh biasa di kabupaten Jombang jika pasca panen tebu oleh Juragan tebu maka fase berikutnya terbitlah asap dan bau.
Hal ini akibat pembakaran lahan yang dilakukan pengusaha tebu dan juga pemupukan lahan menggunakan tetes atau molases (limbah Pabrik gula ), hampir semua kawasan yg ada tanaman tebu maka asap pembakaran lahan dan bau menyengat tetes (molases) selalu menjadi bonus warga Jombang pasca panen tebu.
Padahal sebagian hasil tebu Jombang yg di jual ke PG swasta KTM Lamongan, yg berarti devisa Jombang keluar, warga Jombang hanya mendapat bonus asap bau busuk yang menyengat.
Adapun penggunaan tetes sebagai pupuk sudah berlangsung lama hingga saat ini, seakan terjadi pembiaran oleh pemerintah kab Jombang, DPRD dan juga aparat terkait, padahal jelas ini merupakan pelanggaran serius dan membahayakan kesehatan masyarakat, dan merusak lingkungan.
Penggunaan tetes yang banyak mengandung sodium sangat tinggi, dapat merusak struktur dan tekstur tanah. Dan mengakibatkan degradasi kesuburan tanah dalam jangka panjang, belum lagi jika pengusaha tebu tidak bertanggung jawab, maka pasca panen lahannya di bakar sehingga menyebabkan polusi udara yang luar biasa.
Dinas pertanian dan pihak terkait lainnya harusnya menyetop penggunaan limbah tebu ini supaya tdk digunakan oleh para pengusaha tebu dan juga penyalahgunaan tetes oleh pengusaha tetes untuk pemupukan lahan, karena disamping merusak unsur hara tanah pupuk ini adalah limbah B3 yg berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Sebenarnya pemerintah daerah khususnya dinas pertanian, kesehatan, pol pp dsb sangat paham siapa pengusaha pemain tetes tebu ini juga siapa pemilik lahan tebu yg menggunakan tetes ini, tapi mereka sengaja diam dan tutup mata, ada apa? Jangan, jangan ada udang dibalik batu, mengingat pemain tetes tebu juga pengusaha besar di Jombang.
Demikian juga dengan komisi IV DPRD Jombang tidak peduli dengan penggunaan limbah sebagai pupuk tebu yang sangat membahayakan dan merugikan masyarakat umum khususnya bau menyengat dan pencemaran lingkungan, harusnya komisi yang menangani pertanian dan lingkungan hidup lebih care terhadap permasalahan yang cendrung merugikan masyarakat dan permainan kotor pengusaha tetes dan pengusaha tebu ini.
Pemkab Jombang dan DPRD harusnya segera menertibkan penggunaan limbah sebagai pupuk serta juga menertibkan hasil panen tebu supaya tidak dijual ke luar daerah karena akan merugikan pendapatan Daerah Kabupaten Jombang.
No Comments